Selasa, 24 November 2009

The Way of Love

Ada kalanya kehidupan ini memberikan pilihan yang begitu sulit untuk kita pahami. Seringkali pilihan yang tepat menjadi keraguan bagi kita. Tapi tetap saja semuanya menjadi bagian dalam hidup kita, kita yang memilih dan kita pula yang harus menanggung segalanya.

"Suatu hari ada seorang gadis cantik dan polos yang sedang berjalan menuju ke sekolah barunya di Surabaya sambil berpikir apa yang akan dilakukannya sebagai siswa yang baru memasuki sekolah menengah pertamanya. Ia terus membayangkan apa yang akan dihadapi dan dilakukannya kelak setibanya di sekolah. Berjuta khayal menyelimuti pikirannya, mengantarnya hingga sampai di sekolah. Ia menatap ramah setiap orang yang ditemuinya, menebar senyum yang seolah menyapa semua orang. Ia terus menyusuri tiap bagian sekolah hingga akhirnya bel tanda berkumpul di lapangan sekolah berbunyi. Gadis kecil ini pun bergegas pergi ke lapangan untuk berkumpul bersama teman-teman barunya".
"Hai, kenalin namaku Sarra", gadis kecil ini mulai menyapa teman yang berbaris disampingnya. "Aku civel", sahut temannya dengan agak sinis.
Si gadis kecil ini mulai menatap satu persatu wajah orang-orang yang ada di sekitarnya. Tiba-tiba ia mendengar namanya dipanggil oleh guru yang berdiri di atas panggung, ternyata ia masuk ke dalam kelompok R.A.Kartini selama masa orientasi siswa (MOS) di sekolahnya. Sarra pun melangkah ke depan dan bergegas berkumpul bersama teman-teman sekelompoknya.
"Hai, namaku Sani," ujar seorang temannya yang berambut keriting. "Aku Lenna", ujar temannya yang bertubuh kurus yang berdiri dan kelihatannya sangat akrab dengan Sani. "Namaku Sarra," jawab Sarra. Dan akhirnya mereka terlibat pembicaraan yang cukup panjang mengenai kesan mereka di sekolah barunya dengan seragam yang baru pula.
Mereka masuk ke kelas dipimpin oleh seorang kakak kelasnya yang bertubuh tinggi dan berwajah tampan.
"Nah, inilah kelas kalian selama mengikuti MOS. Silahkan duduk adik-adik", ujar si kakak kelas dengan ramah. Perkenalkan nama saya Reno, saya akan menjadi kakak pendamping kelompok kalian selama MOS ini bersama teman saya, Airin. Perempuan disampingnya itu sama sekali tidak menunjukkan keramahan pada kami semua.
"Baiklah, sekarang saya akan mengabsen kalian. Yang namanya saya panggil, silahkan berdiri dan memperkenalkan diri."
Reno pun mulai mengabsen adik kelasnya, dan tiba giliran Sarra.
"Nama saya Sarra Mutiara, nama panggilan saya Rara," ujar Sarra sambil terus tersenyum ramah.
"Alamatnya dimana?" tanya seorang teman laki-lakinya iseng dan diikuti sorak dari teman-teman sekelasnya.
Sarra kembali duduk dan absen terus dibacakan. Setelah mengikuti beberapa kegiatan, tiba waktunya pulang. Semua anak berhamburan menuju gerbang untuk segera pulang dan mencari barang-barang yang dibutuhkan untuk masa orientasi tersebut.
Sarra pulang seorang diri, ia berjalan mencari toko yang menjual pita, karton, dan perlengkapan lain yang dibutuhkan. Tiba-tiba ada suara klakson motor dari sampingnya dan terdengar seorang lelaki memanggilnya, Rara... Sarra pun menoleh ke arah sumber suara itu, tampak olehnya lelaki yang memakai seragam dan masih memakai helm. Lalu lelaki itu membuka helmnya, ternyata lelaki itu adalah Reno.
"Kamu mau kemana?" tanya Reno dengan senyum penuh pesona. "Saya mau mencari perlengkapan yang dibutuhkan besok, kak", jawab Sarra sambil membalas senyum manis sang kakak kelas. "Ayo, saya antar. Pasti kamu bingung kalau mencari sendirian," kata Reno sambil menyodorkan sebuah helm berwarna pink pada Sarra. Lalu mereka pun pergi mencari perlengkapan yang dibutuhkan Sarra sambil mengobrol di sepanjang perjalanan.
"Terima kasih banyak, kak,"kata Sarra ketika turun dari motor Reno di depan rumahnya. "Sama-sama, saya senang bisa mengantarmu, saya pamit dulu ya, sampai jumpa besok Rara," kata Reno dan langsung beranjak pulang.
"Oh my God, ternyata hatinya secantik wajahnya," ujar Reno dalam hati. Sepertinya aku sudah menemukan yang aku cari selama ini. Berjuta pikiran dan bayangan mengenai Sarra terus bergelut dalam pikiran Reno hingga ia tidak menyadari bahwa jam telah menunjukkan pukul 1 pagi.
Keesokan harinya, Reno terus memperhatikan gerak-gerik Sarra dengan gayanya yang cool hingga tidak seorangpun tahu bahwa ia terus memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Reno sangat terkenal di sekolahnya, ia adalah ketua tim basket yang menjabat sebagai ketua OSIS juga, dan selalu juara 1 di sekolahnya, selain itu ia juga pernah memenangkan beberapa kejuaraan tingkat nasional. Semua siswi di sekolahnya selalu mengidolakannya, terkecuali Sarra yang masih terlihat polos dan bersikap biasa saja padanya.
Hari demi hari berlalu, Reno selalu berpura-pura memang melewati jalan ke arah rumah Sarra agar bisa mengantar gadis itu pulang. Reno dan Sarra pun semakin dekat hingga akhirnya Reno memberanikan diri untuk menyatakan cintanya pada Sarra di hari ulang tahunnya yang ke-15. Malam itu, Sarra menerima cintanya dan merekapun berpacaran.
Namun, saat Reno memasuki bangku SMA, ia harus pindah ke Jakarta untuk masuk ke sekolah unggulan di sana. Reno meyakinkan Sarra bahwa ia akan tetap setia padanya walaupun jarak memisahkan mereka, Reno berjanji akan sering berlibur ke Surabaya bila ada waktu liburan. Sarra pun mengiyakan komitmen kekasihnya itu dan Reno berangkat ke Jakarta.
Pada bulan-bulan pertama, komunikasi keduanya lancar-lancar saja. Namun setelah 6 bulan berlalu, komunikasi keduanya mulai berkurang bahkan pada bulan ke-9 setelah keberangkatan Reno, komunikasi keduanya benar-benar terputus. Sarra terus mencoba menghubungi Reno, tapi tak pernah ada balasan dari Reno.
Waktu terus berjalan dan Sarra pun telah memasuki tahun terakhir di masa SMPnya. Pagi itu, anak-anak kelas 3 menghebohkan sesuatu. Sarra bertanya," Ada apa sih, pagi-pagi gini udah pada ribut?" "Itu loh ada anak baru dari Malang, ganteng banget,"jawab Sani.
Sarra tidak mempedulikan tentang anak baru itu dan langsung berjalan menuju kelasnya. Bel masuk pun berbunyi. "Anak-anak kita kedatangan anak baru dari Malang yang menjadi ketua tim basket di salah satu SMP nomor 1 di sana", ujar Pak Toni ketika masuk ke kelas. "Ayo, perkenalkan dirimu", kata Pak Toni pada anak lelaki di sampingnya itu.
"Nama saya Rio Jovianto, saya pindahan dari Malang karena Ayah saya dipindahtugaskan di sini", kata lelaki tampan itu dengan gayanya yang sangat mempesona para gadis. "Nah Rio, sekarang kamu duduk di bangku kosong di samping Sarra ya", kata Pak Toni sambil menunjuk ke bangku di samping Sarra.
Sarra dan Rio berkenalan kemudian Sarra membantu Rio untuk memahami pelajaran yang telah lalu. Banyak teman-teman Sarra yang merasa iri pada kedekatannya dengan Rio karena Rio adalah anak yang tertutup dan jarang dekat dengan orang lain, tapi Sarra tidak menanggapi kesan teman-temannya pada dirinya itu.
Waktupun silih berganti, tanpa terasa Sarra mulai merasakan rasa yang berbeda pada Rio. Pikirannya tentang Rio, kata-kata orang tua Rio terus terngiang-ngiang dalam otaknya, dan ia mulai sering salah tingkah bila berhadapan dengan Rio. "Apa aku sedang jatuh cinta?" tanyanya dalam hati. Sebelumnya Rio pernah bercerita bahwa dulu ia mempunyai seorang kekasih yang meninggal dalam satu kecelakaan yang terjadi seminggu sebelum kepindahannya ke Surabaya dan semenjak itu Rio tidak pernah membuka hatinya untuk cinta yang lain. Rio juga mengatakan ia tidak ingin punya pacar dalam 1 tahun ini.
Sejak 3 hari menjelang promnight, Sarra lebih sering menemui Rio dengan maksud supaya Rio memintanya menjadi pasangannya pada acara promnight nanti. Tapi hingga waktu yang dinanti tiba, Rio tidak pernah meminta Sarra untuk menjadi pasangannya. Akhirnya Sarra pergi ke acara itu dengan Ian, lelaki yang sejak kelas 1 SMP menyukai Sarra. Ketika pesta telah dimulai dan semua orang sibuk mengikuti acara-acara yang ada, Rio muncul dari ambang pintu dengan menggandeng mesra tangan seorang gadis yang terlihat glamour. Mata beberapa gadis menatap iri pada gadis yang digandeng Rio itu, termasuk Sarra yang memandang dengan cemburu.
Rio langsung menuju ke arah Sarra dan Ian lalu ia memperkenalkan gadis yang masih bergandengan dengannya. "Sarra, ini Villy, pacarku", kata Rio sambil merangkul gadis itu. Sarra dan Villy bersalaman, tapi Villy menanggapi Sarra dengan senyum yang seperti terpaksa. Villy adalah gadis yang sering dijodohkan oleh teman-teman Rio pada Rio. Sarra merasa seperti terpukul, tapi ia tak bisa menyalahkan Rio yang telah mengingkari perkataannya. Sarra tidak dapat membohongi dirinya bahwa ia sangat mencintai Rio, tapi ia juga tidak bisa egois untuk mendapatkan Rio.
Untunglah Rio tidak masuk ke SMA yang sama dengan Sarra walaupun terkadang Sarra masih sering melihat Rio ketika sedang berada di mall bersama kekasihnya itu. Awalnya Sarra mengira pertemuan mereka terjadi karena ia berjodoh dengan Rio bahkan ia sempat berharap suatu saat nanti hubungan Rio dan Villy akan berakhir, namun setelah melewati 3 tahun hubungan Rio dan Villy justru terlihat semakin dekat. Sarra pun perlahan berusaha melupakan Rio dari kehidupannya. Sarra berusaha hidup mandiri dan memfokuskan dirinya untuk masuk ke perguruan tinggi yang dia ingini.
Suatu hari ketika Sarra sedang berjalan menuju rumahnya, ada sebuah motor yang melintas begitu cepat dan Sarra sepertinya mengenali lelaki yang mengendarai motor tersebut. "Reno.. Tapi siapa perempuan yang bersamanya..?"tanya Sarra dalam hati. Sarra duduk seorang diri di kamarnya, bayangan Reno yang membonceng seorang perempuan itu terus membayang dalam pikirannya diiringi sejuta tanya. "Mengapa dia tak pernah menemuiku, setidaknya kami bisa mengakhiri hubungan kami secara baik-baik..?" Sarra terus bertanya dalam hatinya dan tanpa sadar ia meneteskan air matanya.
Sarra membuka laci yang ada di meja belajarnya dan mengambil diarynya. Dibukanya lembaran yang telah penuh ditulisinya, ia kembali membaca kilasan masa lalunya. Ia membaca perlahan kisahnya, mulai dari ketika ia memasuki sekolah barunya saat SMP berlanjut pada kisahnya dengan teman-temannya dan saat Reno mulai menyatakan cintanya hingga saat-saat mereka berpacaran. Ia terus membalik lembar demi lembar dalam diarynya yang menceritakan perpisahannya dengan Reno hingga mereka benar-benar tidak dapat berkomunikasi lagi. Ia juga membaca lembaran dimana ia berkenalan dengan Rio dan mulai jatuh cinta padanya hingga Rio mengingkari perkataannya dengan berpacaran dengan Villy. Tiba-tiba Sarra merasakan sesak napas yang membuat jantungnya terasa sakit sekali, ia berusaha menenangkan dirinya dan berbaring. Namun ia mulai tak sadarkan diri hingga tengah malam ia tersadar dan kepalanya terasa sangat berat. Tapi ia tak mau membuat orang di rumahnya panik di tengah malam itu jadi ia terus memapah dirinya sendiri menuju meja dekat kasurnya untuk mengambil minum. Setelah minum, ia segera berbaring untuk tidur. Keesokan harinya, sekujur tubuh Sarra sangat panas tetapi ia merasa lebih baik hari ini, ia pun menjalankan aktivitasnya seperti biasa.
Hari demi hari telah berlalu, Sarra lulus dalam ujian di universitas yang diinginkannya itu dan ia berangkat menuju kota Jakarta. Ia menjalani hari-harinya sebagai seorang mahasiswa dan ia mulai memiliki banyak sekali teman. Sarra sangat menikmati hari-harinya itu, walaupun terkadang ia sangat merindukan keluarga dan sahabatnya.
Sutu hari saat Sarra mengikuti suatu pelatihan, ia bertemu dengan seorang pria yang tampaknya tidak terlalu tampan tapi memiliki skill bicara yang sangat bagus. Selama acara itu, Sarra terus memperhatikan gerak-gerik pria itu. Saat acara berakhir, pria itu mengajak Sarra berkenalan, ternyata pria itu adalah salah satu kakak tingkatnya yang bernama Evan dan mereka sempat bertukar nomor handphone. Evan itu juga mengantarkan Sarra pulang.
Hubungan Evan dan Sarra semakin dekat hingga pada hari ulang tahun Evan, ia meminta Sarra untuk menjadi kekasihnya, tetapi Sarra belum siap untuk menerima cinta Evan karena ia merasa trauma dengan dua lelaki yang pernah membuat hatinya sakit. Evan mengerti apa yang dirasakan Sarra jadi ia menunggu Sarra dapat menerimanya sambil terus meyakinkan Sarra bahwa ia akan mencoba membahagiakan Sarra.
6 bulan kemudian, saat ulang tahun Sarra, Evan menyiapkan sebuah pesta ulang tahun kejutan untuk Sarra di kampus. Sarra sangat terharu dan saat Evan menyatakan cintanya lagi, Sarra pun memilih untuk melupakan masa lalunya dan memulai kisah cintanya yang baru bersama Evan.
Dalam perjalanan cintanya bersama Evan, Sarra menyadari Evan memang tidak seperti Reno atupun Rio. Evan benar-benar mencintai Sarra. Mereka berdua sering membuat teman-teman mereka iri dengan gaya pacaran mereka yang ideal.
Setahun berlalu, Evan pun telah menyelesaikan kuliah S1nya. Evan diminta ibunya untuk meneruskan S2nya di Amerika Serikat. Sebelum keberangkatan Evan ke Amerika Serikat, Evan meminta Sarra untuk bertunangan dengannya karena ia mau menunjukkan keseriusannya pada hubungan mereka, Evan tidak mau kehilangan Sarra. Evan berjanji bahwa ia pasti kembali untuk menikahi Sarra setelah ia meluluskan S2nya di Amerika Serikat. Awalnya Sarra ragu untuk menerima permohonan Evan, tetapi orang tua Sarra mendukung permintaan Evan itu dan meyakinkan Sarra hingga akhirnya Sarra setuju untuk bertunangan dengan Evan. Setelah bertunangan, Evan langsung berangkat ke Amerika Serikat dan Sarra meneruskan S1nya. Hubungan keduanya sangat baik walaupun mereka berjauhan.
2 tahun telah berlalu, Sarra telah menyelesaikan kuliah S1nya dan Evan juga telah menyelesaikan kuliah S2nya di Amerika Serikat. Evan kembali ke Jakarta dan langsung menemui tunangannya dalam acara wisuda calon istrinya itu. Evan, Sarra, dan keluarga mereka merayakan kelulusan keduanya sekaligus mengadakan acara lamaran Evan pada Sarra. Pada pertengahan acara, tiba-tiba handphone Sarra berdering ketika Sarra mengangkat telepon tersebut, ia sangat terkejut dan air matanya langsung mengalir. Evan langsung beranjak menghampiri Sarra dan menanyakan apa yang terjadi, tetapi Sarra langsung menariknya menuju mobil dan minta segera diantar ke rumah sakit umum. Evan yang tidak mengerti apa yang terjadi pun segera mengantar Sarra ke rumah sakit yang dimaksudnya.
Sesampainya di rumah sakit, Sarra langsung berlari menuju ICU dan ia mendapati Reno yang terbaring koma di sana. Sarra juga melihat perempuan yang waktu itu dibonceng oleh Reno dan ternyata ia adalah sepupu Reno, Icha. Icha menceritakan kecelakaan yang dialami Reno. Ternyata saat berada di Jakarta, Reno mengalami kecelakaan yang membuatnya mengalami amnesia sampai saat ia kembali ke Surabaya. Reno berusaha mengingat masa lalunya dengan menyusuri komplek perumahan rumah Sarra. Saat ia mulai teringat dan mencari Sarra yang ternyata kuliah di Jakarta, semuanya terlambat. Reno datang ketika Sarra sedang merayakan pesta pertunangannya dengan Evan. Evan pulang dengan kecewa, tetapi ia tak pernah melupakan Sarra hingga ketika 4 jam yang lalu ketika ia mengalami kecelakaan saat pulang dari tempat dimana Sarra dan Evan mengadakan acara lamaran.
"Sekarang Reno terbaring koma di dalam dan sesekali ia memanggil namamu", kata Icha pada Sarra sambil menunjuk tempat dimana Reno terbaring. Evan menyinggungkan senyum isyarat menyetujui Sarra untuk menjenguk Reno seorang diri. Dengan perlahan Sarra memasuki kamar dimana Reno terbaring dengan sejumlah peralatan medis dan balutan di sekujur tubuhnya. Sarra berdiri di samping Reno sambil menangis sejadi-jadinya, ia memegang tangan Reno erat. "Kak Reno, maafin aku kalau selama ini aku berprasangka buruk tentang kamu sementara kamu berjuang mengingatku", kata Sarra pada sosok Reno yang masih koma. "Aku mohon kamu harus sadar, jangan buat aku merasa bersalah sama kamu kak", Sarra melanjutkan kata-katanya sambil mengguncangkan tubuh Reno.
Tiba-tiba Reno mengedipkan matanya dan perlahan ia membuka matanya. "Kak Reno," seru Sarra terbata-bata. Keluarga Reno dan Evan serentak masuk ke dalam ruangan tempat Reno terbaring. "Sarra, aku senang akhirnya aku bisa bertemu denganmu disini," kata Reno pelan sambil menitikkan air matanya. "Aku mohon kamu jangan menangis, aku hanya ingin melihatmu bahagia dan terus tersenyum," sambung Reno sambil menyunggingkan senyum manisnya dan menoleh ke arah Evan. "Aku senang bisa melihatmu menjadi seorang Sarra yang dewasa dan aku ingin berterima kasih buat cintamu yang pernah menghiasi hidupku. Evan, aku ingin kamu menjaganya dan jangan pernah membuatnya bersedih", kata Reno terbata-bata hingga akhirnya ia meninggal. Evan mengiyakan permohonan Reno dalam hatinya. Keesokan harinya, Reno langsung dimakamkan.
3 bulan setelah Reno meninggal, Evan dan Sarra menikah di Surabaya. Setahun kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang dinamai Reno. Keluarga mereka pun hidup bahagia.

Cerpen ini menceritakan perjalanan cinta yang panjang dan tidak mudah karena cinta bukan sekedar kita memilih biasa saja, tetapi kita harus menunjukkan sikap yang jelas.